Senin, 29 Februari 2016

Belajar dari Film Kung Fu

Tari Piring


Terpaksa saya menggunakan judul Film Kung Fu. Karena secara kuntitas, memang film-film Kung Fu lebih banyak beredar daripada film Silat yang asli Indonesia itu. Bukan bermaksud untuk tidak cinta produk lokal, hanya agar anda yang belum pernah nonton film Merantau lebih mudah mendapat gambaran dan berimajinasi ketika membaca tulisan ini. Meskipun dalam judul ada terdapat kata-kata Kung Fu, namun jangan anda bayangkan bahwa tulisan ini akan seperti cerita-cerita silat karangan Kho Ping Ho. Ini sama sekali tidak membahas perkelahian. Meskipun menyerempet sedikit-sedikit. Saya harap anda tidak merasa dikecewakan atau tertipu.

Meskipun identik dengan kekerasan, namun jangan dikira bahwa Kung fu atau juga Silat hanya melulu tentang memukul dan menendang. Kedua aliran beladiri yang menurut saya karakternya hampir mirip ini memiliki banyak ajaran falsafah kehidupan. Tentang bagaimana seharusnya bersikap sebagai seorang pendekar dan lain-lainnya. Seperti misalnya, sering diajarkan dalam padepokan-padepokan bahwa jika kamu merasa sakit ketika dipukul, maka janganlah memukul orang. Lantas untuk apa kita belajar memukul jika bukan untuk memukul? Hem, apakah jika anda mahir berenang lantas harus melemparkan seseorang ke kolam renang? Tentu saja tidak bukan.

Banyak hal yang bisa dijadikan landasan kenapa seseorang belajar Kung Fu maupun Silat. Sekedar hobi, menjaga kesehatan, melatih spiritual, juga mengolah rasa. Macam-macam bukan.

Mungkin juga jarang yang tahu bahwa beberapa kesenian di Indonesia (terutama yang berkaitan dengan gerak) seperti tari Jaipong dan tari Piring diturunkan dari gerakan-gerakn Silat. Saya cukup maklum akan banyaknya ketidaktahuan tentang hal ini. Karena sering dua tarian tersebut dibawakan oleh gadis-gadis berpakaian mentereng nan elok yang melenakan. Sehingga jarang pula yang memperhatikan langkah-langkah menarik dan unik dari masing-masing penari. Sesekali cobalah perhatikan dan kemudian bandingkan langkah-langkah para penari tersebut dengan langkah seorang pesilat. Meskipun saya tidak berani menjamin bahwa anda akan menemukan kesamaan-kesamaan, namun setidaknya, anda akan dapat merasakan kesamaan karakternya.

Sengaja saya menyinggung beberapa wawasan di atas, agar anda tidak memandang bahwa Kung Fu dan Silat hanya melulu tentang memukul dan menendang. Ada banyak unsur menarik di dalamnya selain sekedar memukul dan menendang.

Sesekali, jika anda menonton film Kung Fu, cobalah perhatikan apa perbedaan antara tokoh yang muda dengan tokoh yang sepuh. Akan anda temukan bahwa tokoh yang muda lebih banyak bergerak, lebih lincah, dan memberikan kembangan-kembangan yang sebenarnya tidak perlu pada banyak gerakan. Sedangkan tokoh-tokoh sepuh lebih banyak bertahan daripada menyerang. Dalam bergerak pun, hanya seperlunya saja. Mengabaikan kembangan-kembangan yang tidak perlu meskipun itu akan terlihat indah.

Anda tahu kenapa bisa demikian? Karena tokoh yang muda tentu memiliki nafas yang lebih kuat dan otak yang lebih ces pleng dalam berkreativitas. Sehingga, tidak heran jika timbul banyak kembangan dalam gerakannya. Sedangkan tokoh yang sepuh, selayaknya hukum alam, nafasnya tentu tidak akan sekuat ketika Ia muda. Namun satu hal yang menjadi keunggulannya. Ia menang pengalaman. Dan pengalaman tentu saja tidak didapatkan dengan hanya berleha-leha dimasa mudanya.

Seperti itu jugalah seharusnya jalan hidup kita. Mumpung masih muda, banyaklah bergerak, banyaklah berinovasi, banyaklah salah, banyaklah kalah. Agar ketika sepuh nanti banyak pula kesimpulan yang dapat kita ambil dari banyak hal yang pernah kita lakukan.

Kan tidak lucu kalau tokoh sepuh dalam film Kung Fu yang kita tonton itu justru banyak bergerak. Meloncat ke sana-sini. Memukul ini dan menendang itu. Jika benar demikian, betapa akan jadi wagu-nya film yang kita tonton. Ora patut.

Ponorogo, 29 Februari 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar